Ibu kita Kartini
Putri sejati
Putri Indonesia
Harum namanya
Putri sejati
Putri Indonesia
Harum namanya
Ibu kita Kartini
Pendekar bangsa
Pendekar kaumnya
Untuk merdeka
Pendekar bangsa
Pendekar kaumnya
Untuk merdeka
Wahai Ibu kita Kartini
Putri yang mulia
Sungguh besar cita-citanya
bagi Indonesia
Putri yang mulia
Sungguh besar cita-citanya
bagi Indonesia
Ibu kita Kartini
Putri jauhari
Putri yang berjasa
Se Indonesia
Putri jauhari
Putri yang berjasa
Se Indonesia
Ibu kita Kartini
Putri yang suci
Putri yang merdeka
Cita-citanya
Putri yang suci
Putri yang merdeka
Cita-citanya
Wahai ibu kita Kartini
Putri yang mulia
Sungguh besar cita-citanya
Bagi Indonesia
Putri yang mulia
Sungguh besar cita-citanya
Bagi Indonesia
Ibu kita Kartini
Pendekar bangsa
Pendeka kaum ibu
Se-Indonesia
Pendekar bangsa
Pendeka kaum ibu
Se-Indonesia
Ibu kita Kartini
Penyuluh budi
Penyuluh bangsanya
Karena cintanya
Penyuluh budi
Penyuluh bangsanya
Karena cintanya
Wahai ibu kita Kartini
Putri yang mulia
Sungguh besar cita-citanya
Bagi Indonesia
Putri yang mulia
Sungguh besar cita-citanya
Bagi Indonesia
{Lirik lagu Ibu Kita Kartini ciptaan W.R. Supratman}
Jaman aku masih kecil dulu, lagu Ibu
Kita Kartini merupakan lagu yang paling gampang aku mainkan nadanya
di piano mainanku, waktu itu aku gak tau siapa itu Kartini, kenapa
sampai dijadikan lagu. Di pelajaran sejarah memang ada bab yang
menjelaskan siapa Ibu Kartini, tapi di masa-masa sekolah aku kayaknya
ndableg, jadi saat guru menjelaskan aku masih aja gak mudeng, aku
hanya tau Kartini dilahirkan tanggal 21 April *tanpa tau tahun
kelahirannya*, bahkan aku gak ngerti maksudnya buku Habis Gelap
Terbitlah Terang itu apa, yang aku ngerti Ibu Kartini itu
memperjuangkan emansipasi wanita *padahal gak ngerti apa itu
emansipasi hehehe* Well, setidaknya di jaman yang modern sekarang ini
aku bisa googling supaya tau
Ibu Kartini ternyata sosok perempuan
yang super menurutku. Raden Adjeng Kartini lahir di Jepara, Jawa Tengah, tanggal 21 April 1879. Saat berumur 12 tahun, Ibu Kartini harus stay at home karna umur
segitu *di jaman itu* sudah waktunya dipingit. Untungnya Ibu Kartini
semasa sekolah di ELS (Europese Lagere School) belajar bahasa
Belanda juga, jadi saat Ibu Kartini harus stay at home, dia
menghabiskan waktunya dengan belajar sendiri dan sering
surat-menyurat dengan temannya. Melalui buku, koran dan majalah
Eropa, Ibu Kartini tergelitik dengan kemajuan pemikiran para
perempuan di sana. Pemikiran Ibu Kartini saat itu aku rasa sangat
kritis sekali mengamati keadaan para perempuan pribumi dan keadaan
sosial di Indonesia, bahkan melampaui pemikiran para perempuan saat
ini. Beberapa pemikirannya yang menurutku sangat-amat super :
- Ia ingin wanita memiliki kebebasan menuntut ilmu dan belajar
- Ia menggambarkan penderitaan perempuan Jawa akibat kungkungan adat, yaitu tidak bisa bebas duduk di bangku sekolah, harus dipingit, dinikahkan dengan laki-laki yang tak dikenal, dan harus bersedia dimadu.
- Ia mempertanyakan mengapa kitab suci harus dilafalkan dan dihafalkan tanpa diwajibkan untuk dipahami.
- Ia mengungkapkan tentang pandangan bahwa dunia akan lebih damai jika tidak ada agama yang sering menjadi alasan manusia untuk berselisih, terpisah, dan saling menyakiti. "...Agama harus menjaga kita daripada berbuat dosa, tetapi berapa banyaknya dosa diperbuat orang atas nama agama itu..."
- Ia mempertanyakan tentang agama yang dijadikan pembenaran bagi kaum laki-laki untuk berpoligami.
Ibu Kartini berkeinginan melanjutkan studi, terutama ke Eropa, terungkap dalam surat-suratnya. Beberapa sahabat penanya mendukung dan
berupaya mewujudkan keinginan Kartini tersebut. Ketika akhirnya Kartini
membatalkan keinginan yang hampir terwujud tersebut, terungkap adanya
kekecewaan dari sahabat-sahabat penanya. Pada pertengahan tahun 1903 saat berusia sekitar 24 tahun, niat untuk
melanjutkan studi menjadi guru di Betawi pun pupus. Dalam sebuah surat
kepada Nyonya Abendanon, Kartini mengungkap tidak berniat lagi karena
ia sudah akan menikah. "...Singkat dan pendek saja, bahwa saya tiada hendak mempergunakan kesempatan itu lagi, karena saya sudah akan kawin..."
Padahal saat itu pihak departemen pengajaran Belanda sudah membuka
pintu kesempatan bagi Kartini dan Rukmini untuk belajar di Betawi.
Ibu Kartini akhirnya dinikahkan oleh kedua orangtuanya tanggal 12 November 1903 dengan Bupati Rembang, K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat, yang sudah pernah memiliki tiga istri sebelumnya. Beruntung sang suami mengerti keinginan Ibu Kartini dan Ibu Kartini diberi kebebasan dan didukung
mendirikan sekolah wanita di sebelah timur pintu gerbang kompleks
kantor kabupaten Rembang, atau di sebuah bangunan yang kini digunakan
sebagai Gedung Pramuka. Ibu Kartini melahirkan anak satu-satunya R.M. Soesalit pada 13 September 1904, dan kemudian Ibu Kartini meninggal 17 September 1904. Banyak yang bertanya-tanya apa mungkin Ibu Kartini meninggal karena proses persalinannnya yang begitu sulit.
Setelah Ibu Kartini meninggal, Abendanon mengumpulkan dan membukukan surat-surat yang pernah dikirimkan R.A Kartini pada teman-temannya di Eropa, kumpulan surat itu diterbitkan tahun 1911 dengan judul Door Duisternis tot Licht yang arti harfiahnya "Dari Kegelapan Menuju Cahaya. Tahun 1922, Balai Pustaka menerbitkan Door Duisternis tot Licht dalam bahasa Melayu dengan judul yang diterjemahkan menjadi Habis Gelap Terbitlah Terang: Boeah Pikiran, yang merupakan terjemahan oleh Empat Saudara. Judul inilah yang akhirnya lebih dikenal oleh bangsa Indonesia sebagai karya Ibu Kartini.
Banyak pro dan kontra tentang penerapan hari kelahiran Ibu Kartini sebagai hari besar, ada yang mengatakan nanti kesannya pilih kasih karena masih banyak pahlawan wanita lainnya yang gak kalah hebatnya dengan Ibu Kartini, bahkan ada yang mengatakan Ibu Kartini hanya pejuang di daerahnya saja karena Ibu Kartini tidak pernah memanggul senjata dan bertempur secara langsung, dan ada juga yang menganggap sikap Ibu Kartini yang pro terhadap poligami juga bertentangan dengan pandangan kaum feminis tentang arti emansipasi wanita, namun ada juga yang menengahi supaya merayakan Hari Kartini dibarengkan dengan Hari Ibu di tanggal 22 Desember saja. Beberapa pihak yang pro mengatakan bahwa Kartini tidak hanya seorang tokoh emansipasi
wanita yang mengangkat derajat kaum wanita Indonesia saja, melainkan
adalah tokoh nasional; artinya, dengan ide dan gagasan pembaruannya
tersebut dia telah berjuang untuk kepentingan bangsanya, cara pikirnya
sudah melingkupi perjuangan nasional. Kenyataannya, sejak hingga saat ini setiap tanggal 21 April banyak para perempuan yang memperingati Hari Kartini, di kantorku yang dulu malah waktu Hari Kartini diadakan Best National Costume untuk para karyawati, bahkan tadi pagi saat aku berangkat kerja, jalanan sempat macet karena ada karnaval anak TK memperingati Hari Kartini.
For me... Ibu Kartini membuka wawasan perempuan dan bangsa Indonesia juga melalui surat-suratnya. Saya patut berterima kasih kepada Ibu Kartini karena melalui buah pemikirannya yang tersurat itu, perempuan masa kini bisa lebih maju, bisa sekolah hingga ke jenjang tertinggi, bahkan wanita sekarang sudah bisa kerja kantoran, menjadi wanita karir, walaupun masih ada batasan, tapi sudah tidak terlalu banyak larangan.
Berbahagialah wahai perempuan masa kini...
sedikit mengutip dari Wikipedia
selamat hari Kartini ya ...
BalasHapussama-sama mbak...
Hapus